Kisah Sahabat
Rasulullah saw
Jika kita membaca kisah-kisah akan tindakan dan
perbuatan para sahabat Rasulullah saw, maka kita akan menemukan banyak sekali
perbuatan mereka yang mencerminkan ketaatan para sahabat kepada Allah SWT dan
RasulNya. Bahkan, mereka tidak berpikir dua kali untuk mentaati perintah
tersebut, meskipun harus mengorbankan harta, atau bahkan nyawanya sekalipun.
Bandingkan dengan kita sekarang ini. Kita sering memikirkan untung ruginya saat
harus mengeluarkan sedikit harta kita di jalan Allah SWT.
Beberapa kisah berikut ini dapat kita jadikan renungan
dan teladan dalam membelanjakan harta kita di jalan Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an:
مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللّهَ قَرْضاً حَسَناً فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافاً كَثِيرَةً وَاللّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah,
pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan
meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan
Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.” (QS Al Baqarah: 245)
Suatu ketika Rasulullah saw. membacakan ayat itu
kepada para sahabat. Tiba-tiba Abu Dahdah r.a. berdiri. Ia berkata, “Wahai
Rasulullah, benarkah Allah meminta pinjaman kepada kita?” Rasulullah saw.
menjawab, “Ya, benar.” Abu Dahdah kembali berkata, “Wahai Rasulullah, apakah
Dia akan mengembalikannya kepadaku dengan pengembalian yang berlipat-lipat?”
Rasulullah saw. menjawab, “Ya, benar.”
“Wahai Rasulullah, ulurkanlah kedua tangan Anda,”
pinta Abu Dahdah r.a. tiba-tiba. Rasulullah saw. balik bertanya, “Untuk apa?”
Lalu Abu Dahdah menjelaskan, “Aku memiliki kebun, dan tidak ada seorang pn yang
memiliki kebun yang menyamai kebunku. Kebun itu akan aku pinjamkan kepada
Allah.” “Engkau pasti akan mendapatkan tujuh ratus lipat kebun yang serupa,
wahai Abu Dahdah,” kata Rasulullah saw.
Abu Dahdah mengucapkan takbir, “Allahu Akbar, Allahu
Akbar!” Lantas ia segera pergi ke kebunnya. Ia mendapati istri dan anaknya
sedang berada di dalam kebun itu. Saat itu anaknya sedang memegang sebutir
kurma yang sedang dimakannya.
“Wahai Ummu Dahdah, wahai Ummu Dahdah! Keluarlah dari
kebun itu. Cepat. Karena kita telah meminjamkan kebun itu kepada Allah!” teriak
Abu Dahdah.
Istrinya paham betul maksud perkataan suaminya.
Maklum, ia seorang muslimah yang dididik langsung oleh Rasulullah saw. Segera
ia beranjak dari posisinya. Ia keluarkan kurma yang ada di dalam mulut anaknya.
“Muntahkan, muntahkan. Karena kebun ini sudah menjadi milik Allah swt. Ladang
ini sudah menjadi milik Allah swt.,” ujarnya kepada sang anak.
Subhanallah! Begitulah Ummu Dahdah, seorang wanita
yang begitu yakin rezeki datang dari Allah swt. dan bersuamikan seorang sahabat
Nabi yang begitu yakin akan janji Allah swt. Kalau saja para suami zaman ini
punya istri seperti Ummu Dahdah, pasti mereka akan mudah saja berinfak tanpa
berpikir dua kali. Kalau saja para istri zaman sekarang punya suami model Abu
Dahdah, pasti mereka akan mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT.
Suatu hari Amiril Mukminin Umar bin Khaththab r.a.
dikirimi harta yang banyak. Beliau memanggil salah seorang pembatu yang berada
di dekatnya. “Ambillah harta ini dan pergilah ke rumah Abu Ubaidah bin Jarrah,
lalu berikan uang tersebut. Setelah itu berhentilah sesaat di rumahnya untuk
melihat apa yang ia lakukan dengan harta tersebut,” begitu perintah Umar
kepadanya.
Rupanya Umar ingin melihat bagaimana Abu Ubaidah
menggunakan hartanya. Ketika pembantu Umar sampai di rumah Abu Ubadah, ia
berkata, “Amirul Mukminin mengirimkan harta ini untuk Anda, dan beliau juga
berpesan kepada Anda, ‘Silakan pergunakan harta ini untuk memenuhi kebutuhan
hidup apa saja yang Anda kehendaki’.”
Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah mengaruniainya keselamatan
dan kasih sayang. Semoga Allah membalasnya dengan pahala yang berlipat.”
Kemudian ia berdiri dan memanggil hamba sahaya wanitanya. “Kemarilah. Bantu aku
membagi-bagikan harta ini!.” Lalu mereka mulai membagi-bagikan harta pemberian
Umar itu kepada para fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan dari kaum
muslimin, sampai seluruh harta ini habis diinfakkan.
Pembantu Umar pun kembali pulang. Umar pun memberinya uang sebesar empat ratus dirham seraya berkata, “Berikan harta ini kepada Muadz bin Jabal!” Umar ingin melihat apa yang dilakukan Muadz dengan harta itu. Maka, berangkatlah si pembantu menuju rumah Muadz bin Jabal dan berhenti sesaat di rumahnya untuk melihat apa yang dilakukan Muadz terhadap harta tersebut.
Pembantu Umar pun kembali pulang. Umar pun memberinya uang sebesar empat ratus dirham seraya berkata, “Berikan harta ini kepada Muadz bin Jabal!” Umar ingin melihat apa yang dilakukan Muadz dengan harta itu. Maka, berangkatlah si pembantu menuju rumah Muadz bin Jabal dan berhenti sesaat di rumahnya untuk melihat apa yang dilakukan Muadz terhadap harta tersebut.
Muadz memanggil hamba sahayanya. “Kemarilah, bantu aku
membagi-bagikan harta ini!” Lalu Muadz pun membagi-bagikan hartanya kepada
fakir miskin dan mereka yang membutuhkan dari kalangan kaum muslimin hingga
harta itu habis sama sekali di bagi-bagikan. Ketika itu istri Muadz melihat dari
dalam rumah, lalu berkata, “Demi Allah, aku juga miskin.” Muadz berkata,
“Ambillah dua dirham saja.”
Pembantu Umar pun pulang. Untuk ketiga kalinya Umar
memberi empat ribu dirham, lalu berkata, “Pergilah ke tempat Saad bin Abi
Waqqash!” Ternyata Saad pun melakukan apa yang dilakukan oleh dua sahabat
sebelumnya. Pulanglah sang pembantu kepada Umar. Kemudian Umar menangis dan
berkata, “Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah.”
Begitulah para sahabat ketika mendapat harta. Tidak
sampai sehari harta itu diinfakkan dengan begitu ringannya.
Suatu hari Thalhah bin Ubaidillah r.a. pulang ke rumah
dengan membawa uang sebanyak seratus ribu dirham. Istrinya mendapati raut wajah
Thalhah begitu bersedih.
Sang istri bertanya, “Apa yang terjadi padamu, wahai suamiku?”
Thalhah menjawab, “Harta yang banyak ini, aku takut jika bertemu dengan Allah,
lalu aku ditanya tentang dirham ini satu per satu.”
Istrinya lalu berkata, “Ini masalah yang sangat mudah.
Mari kita bagi-bagikan harta ini. Bawalah harta ini dan bagikan kepada para
fakir miskin yang ada di Kota Madinah.”
Thalhah pun bersama istrinya meletakkan harta itu di
sebuah wadah, lalu membagi-bagikan kepada para fakir miskin dan orang-orang
yang membutuhkan. Setelah itu ia kembali ke rumah dan berkata, “Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah yang telah menjadikan diriku bertemu dengan-Nya
sedangkan aku dalam keadaan bersih dan suci.”
Subhanallah……….
Begitu mudahnya mereka melepaskan harta yang
dimilikinya untuk dibelanjakan di jalan Allah SWT. Tidak sedikitpun para
sahabat ini mementingkan kehidupan dunia mereka. Justru sebaliknya, mereka
seperti berlomba-lomba menyedekahkan hartanya untuk mencari kehidupan yang
lebih baik di akhirat kelak.
Mampu kah (atau lebih tepatnya MAUKAH) kita meneladani
apa yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah saw diatas? Semoga saja…………
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar